Dahulu,
Paidi (37) hanya dikenal sebagai sosok pemulung yang tinggal di Desa Kepel,
Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun. Rumahnya saat itu berdinding anyaman bambu
dan berlantai tanah. Namun, sejak tiga tahun terakhir, nasib Paidi berubah
total. Pria berambut gondrong ini kini menjadi sosok yang banyak dicari
kalangan petani. Bukan tanpa sebab. Rumahnya yang dahulu sederhana kini menjadi
bagus. Semenjak kegetolannya mengembangkan porang (sejenis umbi yang dapat
dijadikan bahan makanan, kosmetik, dll), Paidi membuka banyak mata petani. Tak
hanya sukses berjualan porang hingga luar negeri, Paidi juga memberikan modal
bagi petani-petani di kampung halamannya yang ingin mengembangkan porang. Baca
juga: Porang Madiun Menjadi Buruan Pengusaha Jepang dan China Tak hanya
memberi modal, Paidi pun memberangkatkan sejumlah petani umrah ke Tanah Suci
Mekkah. Rabu (12/6/2019)
Paidi
menceritakan awal mulanya mengenal porang. Ia pertama kali mengenal porang saat
bertemu dengan teman satu panti asuhan di Desa Klangon, Kecamatan Saradan,
Kabupaten Madiun, sepuluh tahun silam. Di rumah temannya, Paidi dikenalkan
tanaman porang yang dibudidayakan warga setempat. "Setelah saya cek,
ternyata porang menjadi bahan makanan dan kosmetik yang dibutuhkan perusahaan
besar di dunia," ungkap Paidi. Setelah belajar dari temannya, Paidi
kemudian mencari berbagai informasi tentang porang di internet. Dari
pencariannya di dunia maya, Paidi menyimpulkan porang merupakan kebutuhan
dunia. Melihat peluang itu, Paidi mulai memutar otak. Sebab, tanaman porang
yang dikembangkan di Saradan rata-rata tumbuh harus di bawah naungan pohon
lain. Kondisi itu menjadikan panen tanaman porang memakan waktu yang lama
hingga tiga tahun. Saat hendak mengembangkan porang di kampung halamannya, Paidi
mengalami kendala lantaran kondisi lahan pertaniannya berbukit-bukit. Padahal,
rata-rata petani porang di wilayah lain mengembangkan tanaman itu di bawah
naungan pohon keras seperti pohon jati. Berbekal pencarian di Google, Paidi
mendapatkan banyak ilmu tentang bagaimana mengembangkan porang di lahan
pertanian terbuka. Hasil pencarian itu lalu dikumpulkan dalam satu catatan yang
dinamai sebagai revolusi tanam baru porang. "Menanam porang rata-rata
harus di bawah naungan. Di sini, menanam tanpa harus naungan. Kami menggunakan
revolusi pola tanam baru," kata Paidi. Paidi mengatakan, dengan revolusi
tanam baru, hasil panennya berbeda jauh dengan pola tanam konvensional yang
mengandalkan di bawah naungan pohon. Baca juga: Tanaman Ini Bisa Menghapus Arsenik,
Zat Sangat Beracun Bagi Manusia Ia membandingkan kalau menggunakan pola
tanam konvensional, satu hektar dapat menghasilkan panen tujuh sampai sembilan
ton. Sementara dengan revolusi pola tanam intensif, satu hektar bisa mencapai
panen 70 ton. "Kalau pakai pola tanam konvensional, panennya paling cepat
tiga tahun. Sementara dengan pola tanam baru bisa lebih cepat panen enam bulan
hingga dua tahun dan hasilnya lebih banyak lagi," ujar Paidi. Dia
mengatakan, bila menggunakan pola tanam konvensional tidak akan bisa mengejar
kebutuhan dunia. Apalagi, pabrik pengelola porang makin menjamur dengan total
kebutuhan sehari bisa mencapai 200 ton. "Kalau menunggu tiga tahun, lama
sekali. Untuk itu, butuh revolusi pola tanam sehingga bisa mempercepat
panen," ujar Paidi. Tak mau sukses sendiri, Paidi tak pelit berbagi ilmu.
Ia membagi ilmu dari cara bertanam hingga memberikan informasi harga porang
dengan membuat blog dan channel YouTube yang bisa diakses siapa pun. "Saya
buat tutorial di akun infoasalan atau paidiporang," ungkap Paidi.
Harapannya, ilmu yang dibagikan di media sosial itu dapat menarik petani di
mana pun untuk mengembangkan porang. Apalagi, porang gampang dikembangkan dan
mudah untuk dipasarkan. Ditanya omzet yang ia dapatkan dari pengembangan porang
di Desa Kepel, Paidi mengatakan sudah mencapai miliaran rupiah. "Sudah di
atas satu miliar," kata Paidi. Ingin umrahkan satu desa Tak hanya ingin
menularkan ilmu bertanam porang, Paidi juga menginginkan seluruh petani di
desanya bisa berangkat umrah ke Tanah Suci tanpa membebani biaya apa pun. Untuk
mengumrahkan petani yang tidak mampu, Paidi memberikan bibit bubil (katak)
sebanyak 30 kilogram gratis kepada petani. Petani yang mendapatkan bantuan
bibit dari Paidi harus menanam dan merawatnya hingga bisa meraih panen dalam
jangka waktu dua tahun. Bila dihitung, panen porang dengan bibit bubil
30 kg bisa menghasilkan Rp 72 juta. “Uang hasil panen itu bisa untuk
memberangkatkan umrah pasangan suami istri. Tetapi kalau panen lebih dari itu,
sisa uangnya kami berikan kepada petani,” ujar Paidi. Paidi menyebutkan, sejauh
ini sudah 15 petani yang berangkat umrah setelah mendapatkan bantuan 30 kg
bibit bubil. Harapan ke depan, makin banyak petani yang bertanam sehingga bisa
berangkat umrah. Sementara itu, Kepala Desa Kepel Sungkono menyatakan,
banyak warganya ikut menanam porang karena terinspirasi dengan kisah sukses
Paidi. Dua tahun terakhir, hampir 85 persen warga di Desa Kepel menanam porang.
Warga tertarik menanam porang karena harganya yang terus naik dan penanamannya
yang lebih mudah. Sebelumnya, warga setempat banyak mengandalkan bertani
cengkeh dan durian. Namun, nilai hasil panen tidak sebesar jika dibandingkan
dengan porang. “Tahun lalu penjualan porang di desa kami tembus hingga Rp 4
miliaran. Warga yang memiliki lahan seluas satu hektar bisa meraih untung
hingga Rp 110 juta,” kata Sungkono. Sungkono mengatakan, dengan revolusi pola
tanam baru, umbi porang yang dihasilkan jauh lebih banyak dibandingkan dengan
penanaman di bawah tegakan. Perbandingannya mencapai enam kali lipat
dibandingkan dengan pola tanam konvensional. “Dengan menanam porang,
warga cukup nandur sepisan, panen selawase (tanam sekali, panen selamanya),”
ujar Sungkono. Untuk membantu petani mengembangkan porang, Desa Kepel memiliki
badan usaha milik desa (bumdes) yang akan mengurusi porang mulai pembibitan
biar bisa jual sendiri. Tak hanya itu, bumdes juga siap memberikan pinjaman
modal kepada petani yang ingin mengembangkan porang. Baca juga: Ditemukan
Tanaman Spesies Baru di Mandailing Natal "Kalau petani jual
sendiri, harganya bisa dimainkan tengkulak," kata Sungkono. Untuk
pengembangan porang, Bupati Madiun Ahmad Dawami yang biasa akrab disapa Kaji
Mbing mengharapkan semua petani mengembangkan porang menyusul adanya investasi
besar pabrik porang di Madiun. Dengan demikian, semua petani bisa menanam
porang dan bekerja sama pabrik olahan. "Dan tidak akan terjadi petani
menanam, pabrik akan membeli dengan harga yang murah," ujar Kaji Mbing. Ia
menambahkan, budidaya tanaman porang juga dikembangkan di kecamatan lain sesuai
dengan potensi geografisnya. Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Pemerintah Desa Kabupaten Madiun Joko Lelono menyatakan, kesuksesan warga Desa
Kepel mengembangkan porang menjadikan desa itu masuk empat besar dalam lomba desa
se-Jawa Timur tahun ini. Desa Kepel mampu menyisihkan 7.724 desa di seluruh
Jawa Timur.
sumber : Link
Assalamualaikum , saya sangat tertarik sekali dengan desa ini , menurut saya Bapak Paidi adalah orang yang baik, dan warga masyarakat nya memiliki etos kerja yang baik pula
ReplyDelete